[ONESHOT] Let's Not

/ Agustus 15, 2012 /
Let's Not
Oneshot; Super Junior Ryeowook/OC;
Romance, Angst; AU, OC.

DISCLAIMER: Karena ini adalah RPF, maka sayang banget Wookie bukan punya saya. Alur dan plot punya saya, Kyuhyun juga. Lol. TIDAK ADA KEJADIAN DALAM FF INI YANG NYATA. Semua kejadian hanyalah imajinasi dan fiktif.

**)
Kau membiarkanku jatuh karena cinta, lalu merasakan sakit karenanya. Kenapa cinta bisa begitu tidak adil?
**)

Pemuda itu masih memandang foto di tangannya yang bergetar dengan hebat.

Foto itu, seperti batas semu antara apa yang bisa diraih, dan apa yang hanya bisa dikagumi. Seperti jeda singkat antara apa yang indah, dan apa yang menyakitkan. Namun baginya, batas itu terlalu sempit untuk dilihat. Terlalu samar untuk diraba. Sekian lama batas itu disana dan bersedia menunjukkan diri untuk dipahami, ia masih merasa begitu buta untuk benar-benar mengacuhkannya.



Kini, batas itu menikam dengan kejam. Laksana matahari di ujung tombak yang tak mumpuni untuk dilihat. Diluar kemampuan untuk ditatap. Namun terasa jelas, masih terlalu jelas. Sakit dan menyilaukan.

Tubuh yang bersandar di dinding itu merosot tanpa perlawanan berarti dari sebuah gesekan. Tuhan, biarkan ia bertanya. Sesakit inikah ganjaran pengorbanannya?

**)

"Hei, bung. Kurasa bila kau hendak berbelanja, kau mengambil dompet yang salah."

Pasar ikan di pinggiran Kota Seoul, wilayah yang terlalu tabu untuk disebutkan. Tempat itu layaknya surga bagi makanan-makanan laut segar yang baru saja diangkat dengan jangkar-jangkar besar dari laut. Ikan salmon, tuna, mackerel, udang, lobster, kerang, abalon, semuanya tumpah ruah. Pasar itu tergolong bersih untuk ukuran pasar tradisional, namun bau amis menyengat dimana-mana. Apalagi di siang bolong saat matahari sedang semangat-semangatnya seperti ini.

Seorang pria bertubuh besar dan bertato gambar naga yin dan yang, menoleh saat merasa pundaknya disentuh oleh seseorang. Sudah hampir dihajarnya orang itu, bila telinganya tidak mendengar kata 'dompet'. Sedetik wajahnya pias, namun detik berikutnya, dipamerkannya ekspresi sangar yang sudah dilatihnya berbulan-bulan.

"Apa maksudmu?! Apa yang kau bicarakan, hah?"



Pemuda lain yang tadi menegurnya, mengerutkan kening tidak suka saat sadar dirinya dibentak. "Kau mengambil dompetku! Itu yang ku bicarakan, tolol! Sekarang hampiri temanmu yang berjaket kulit murahan di sebelah sana dan suruh dia mengembalikan dompetku yang tadi kau berikan padanya!" Ketus pemuda itu tanpa basa-basi.

"A-apa katamu?" Preman itu menggeram dengan marah.

"Bisa cepat sedikit? Aku sudah bosan berdiri di sini dan menatap janggutmu yang jarang dicukur itu."

"Kau.. Berani-beraninya!"

Preman yang mengacungkan tangannya, ototnya tersembunyi di balik jaket lusuh dan rambut awut-awutannya tertutup oleh topi wol lusuh yang sudah berlubang di beberapa bagian itu, matanya terbelalak. Adrenalin mengalir keras dari pembuluh darahnya, dirasakan berombak dan pecah di dada. Giginya bergemeletuk menahan amarah. Ingin rasanya ia menggigit cuping telinga pemuda di hadapannya ini sampai putus.

Namun, pemuda di hadapannya masih terus menggerutu tanpa menyadari situasi. "Bagaimana?! Kau mau mengembalikan dom.."

"KURANG AJAR!!"

**)

"Apa sih yang ada dalam kepalamu, hyung? Bisakah kau berpikir sedikit, heh?"

Seorang pemuda berumur sekitar dua puluh lima tahun, berdiri di kounter dapurnya dengan pandangan tidak percaya. Ia mengenakan setelan piyama sutra, dan rambutnya masih acak-acakan. Pertanda ia baru dibangunkan dari tidurnya yang nyenyak. Kim Ryeowook namanya. Ia mengurut-urut pelipisnya, sambil memandang kakaknya yang duduk tanpa ekspresi bersalah di meja makan dengan kondisi babak belur yang parah. Ryeowook memandanginya dengan intens, berusaha mencari pembelaan untuk sisi terang dalam dirinya agar tidak memarahi hyung-nya, Dongwook, habis-habisan.

Bagaimanapun dia hyung-mu. Satu eksekusi melayang-layang dalam otak Ryeowook.

"Yak! Aku sudah begini parah kenapa kau masih mengomeliku? Aku ini hyung-mu, harusnya kau rawat aku dengan baik dalam situasi seperti ini."

Ryeowook berjalan cepat ke arah kakaknya. "Kau sendiri, sih! Bodoh. Benar-benar bodoh. Hyung kira aku senang seperti ini. Aku ini dongsaengmu, harusnya bukan aku yang merawatmu. Kau yang merawatku." Ia memukul bahu hyung-nya sekuat tenaga. Dongwook meringis kesakitan.

"Untung aku masih bisa menanganinya." Ryeowook mengambil sebaskom es batu dari kulkas dan mulai mengompres luka-luka Dongwook. "Kalau kau sudah punya istri sendiri, tidak apa-apa hyung. Akan ada yang merawatmu. Aku ini tidak duduk menganggur di rumah sambil menunggu kau pulang dengan memar-memar lalu merawat lukamu dengan senang hati. Kalau suatu hari nanti aku bekerja, dan kau bertingkah bodoh lagi, siapa yang akan merawatmu?"

"Kau ini bicara apa sih.." Dongwook menggumam sambil merasakan dinginnya es yang menempel di kulitnya.

"Kau yang bicara apa?!" Tangan Ryeowook menekan es batu kuat-kuat dan hyung-nya kembali meringis. "Setiap minggu ada saja orang yang kau ajak berkelahi. Jangan mentang-mentang kau mantan atlet olahraga renang, lalu kau menantang orang seenaknya. Kau bukan atlet tinju, hyung. Mengertilah, jebaal," Ryeowook merasa malu airmatanya mulai menetes. Rasanya seperti lelah selalu mengurus kakaknya yang bertingkah tidak dewasa. Bukannya Ryeowook menolak membantu hyung-nya, namun ia merasa Dongwook sudah keterlaluan.

"Berhentilah bicara kasar seperti itu. Aku ini hyung-mu." Dongwook menyesap kopi hangatnya.

"Harusnya aku saja yang jadi hyung-mu! Itu lebih pantas!"

Ryeowook bangkit dan membuang sisa-sisa es batu ke wastafel. Diam-diam, ia melirik Dongwook dengan pandangan tajam.

"Apa?" Dongwook yang sadar ia tengah diperhatikan, menatap ke arah adiknya.

"Cepat-cepatlah cari istri!"

"Menurutmu aku ini sedang apa? Aku juga berusaha untuk mencari calon istri. Cepat-cepat menikah."

"Kapan? Kau selalu bicara seperti itu. Apa ada wanita yang mau merawatmu seperti ini?! Hah?"

Dongwook santai-santai saja menghadapi adiknya yang mengganas. Sudah lebih dari biasa. Dialihkannya saja Ryeowook yang masih mencebik.

"Tentu saja ada. Pria tampan sepertiku, sekali berkata cinta pada seorang wanita pasti dia akan langsung jatuh padaku."

Cangkir di tangan Ryeowook melandas di meja makan dengan keras. "Terlalu banyak bicara. Harusnya kau mencontoh Jinwook hyung saja. Pensiun atlet, langsung menikah, dan cari pekerjaan yang mudah. Bukan mengajak preman-preman pasar adu otot, lalu dikalahkan seperti ini."

"Itu karena mereka yang menantangku." Dongwook sedikit tersinggung. "Aku tidak pernah berbuat salah atau ceroboh. Semuanya kecelakaan."

Ryeowook memegang ujung meja dengan keras dan menatap hyung-nya lurus-lurus. "Kau tahu? Rasanya aku ingin mencekikmu, hyung!"

**)

Sudah lebih dari satu setengah jam, maknae di rumah keluarga Kim duduk di depan laptopnya sambil mengetik data dengan jari-jarinya yang lincah. Pemuda itu, Ryeowook, terlihat begitu serius menatap layar laptop yang menjadi nyawanya selama ini. Ya, ia lebih suka duduk dan mengerjakan sesuatu yang bersifat matematikal ketimbang mengandalkan sesuatu yang melibatkan banyak tenaga seperti kedua hyung-nya, Jinwook dan Dongwook, yang keduanya sama-sama merupakan mantan atlet renang nasional. Orang bilang, Ryeowook aneh karena hanya dia anak keluarga Kim yang suka berdiam dengan manis. Namun, Ryeowook tidak pernah peduli. Toh, ia juga menghasilkan uang seperti kedua hyung-nya. Lebih banyak malah.

Saat Ryeowook mendesah karena menyadari salah satu perhitungannya salah, gadget empat inch yang terletak tepat di sebelah laptopnya bergetar. Ia hanya melirik sedikit.

Yeojin noona ^^ is calling...

Ryeowook langsung melepas kacamata bacanya dan meraih ponselnya. Pasti ada yang tidak beres lagi.

"Wookie-ya.."

"Hai, noona."

"Dongsaeng-ku yang manis, kemarilah. Jebal.."

"Noona?"

"Ya, ini noona-mu. Haha."

Pemuda itu menggigit bibir dalamnya begitu menyadari tawa kecut yang dilempar Yeojin. Ia mendesah, pasti perempuan itu ada di bar, bertemu seorang laki-laki bodoh tiga hari yang lalu, berkencan, lalu diputuskan dan kembali lagi ke bar itu. "Kau minum lagi, ya?"

"Haha.." Yeojin tertawa dengan suara serak. Pikiran Ryeowook sudah terbang ke mana-mana. Semoga saja saat ini Yeojin sedang duduk di bar karaoke tertutup, atau duduk manis di bar Kim Kyunsoo, teman Dongwook hyung yang bekerja sebagai bartender disana. Setidaknya, ia tidak dikelilingi oleh pria-pria tidak jelas di sekitar bar. Yeojin mungkin bukan perempuan baik-baik, namun Ryeowook tahu--setidaknya berharap--Yeojin bukan tipe perempuan yang menyukai one-night-stand relationship. Ia hanya mudah tertipu oleh janji norak pria-pria yang bodoh.

"Sudah, ah. Aku sedang sibuk, noona. Aku juga bosan menjemputmu terus. Teleponlah taksi, kau boleh menginap di rumahku. Dongwook hyung sedang tidak di rumah, kau boleh gunakan kamarnya." Ryeowook memainkan pena di tangannya dan menelan ludah. Susah payah ia ucapkan karena sebenarnya ia tidak tega.

"Kim Ryeowook," suara Yeojin susah dibedakan antara memelas dan tidak percaya. "Pokoknya kau harus kesini. Aku bisa mati bila tidak melihatmu sekarang." Yeojin merengek dan bisa dipastikan hampir menangis.

"Noona, aku.."

"Kemarilah. Jebal, dongsaeng."

**)

Ryeowook memarkir Audi-nya tepat di samping bar karaoke di daerah Gangnam. Ia merasa lega begitu menutup pintu mobil. Paling tidak, isi kepala Yeojin masih cukup leluasa untuk memberi informasi yang cukup. Ia bergidik kedinginginan, walau tangannya sudah berlapis kaos tangan wool hangat, dan segera membuka pintu bar. Cari saja ruangannya, gerutu Ryeowook dalam hati. Tidak Dongwook hyung, tidak Yeojin noona, semua bikin repot saja. Apa aku sudah tiba pada kesimpulan bahwa atlet renang yang pensiun sudah sinting semua? Huh.

Yeojin adalah perenang perempuan jarak 100 meter gaya kupu-kupu yang seangkatan dengan Dongwook. Hyung Ryeowook itu pula yang mengenalkan perempuan itu padanya. Umur mereka hanya berjarak tiga tahun, dan karena Yeojin cukup dekat dengan Dongwook, Ryeowook pun cukup dekat dengan perempuan itu. Terutama karena Yeojin sering terlibat dengan masalah seperti ini, dan Ryeowook-lah orang pertama yang selalu dihubunginya. Setidaknya, begitu yang Ryeowook duga.

Tidak sulit menemukan ruang yang direservasi oleh Yeojin. Ryeowook mengintip dari celah kaca, dan membukanya perlahan.

Han Yeojin. Sebuah lagu dari Super Junior, melantun dari mesin karaoke tanpa ada yang bernyanyi. Majoochiji Malja. Let's Not. Ryeowook trenyuh mendengar lagu itu sambil memandang Yeojin yang tampak tidak karuan. Jaket Yeojin terlempar begitu saja ke lantai, Malah, stilleto merahnya yang duduk manis di sofa. Yeojin masih memejamkan mata dan nafasnya tampak teratur. Mungkin dia tertidur. Ryeowook dengan hati-hati duduk di sebelahnya.

Di meja, berserakan sebotol wine dan gelas yang terisi seperempatnya. Ada beberapa snack, dan makanan-makanan Korea dan Cina. Han Yeojin menyukai masakan Cina, adalah satu hal yang didapat Ryeowook dari hyung-nya, Dongwook.

"Kau sudah sampai?"

Tahu-tahu Yeojin sudah bangun tanpa membuka matanya. Ryeowook mendengus, "Selamat malam juga, noona. Senang bertemu denganmu." Ia memutar bola mata dengan kesal.

Yeojin tertawa. Tampak oleh Ryeowook, make-up Yeojin sudah hampir pudar, lipstick-nya juga telah menipis. Perempuan jika sudah teler awut-awutan sekali. Ingin rasanya Ryeowook memasukkan Yeojin ke dalam mobilnya, meluncur pulang, lalu menyuruhnya berdandan lagi. Yeojin membuka mata.

Jantung Ryeowook rasanya berhenti. Itu yang membuatnya sempurna, bahkan saat penampilannya seperti ini. Ryeowook tersenyum simpul dan lemah. Dua buah bola mata berwarna coklat susu yang sudah lebar tanpa memakai circle lens. Yang sudah cantik bahkan tanpa melalui operasi plastik. Mata itu melebar dan memamerkan eye-smile nya kepada Ryeowook.

"Wookie-ya~"

"Hmm?"

"Kepalaku rasanya berat." Yeojin menambatkan jari-jarinya di rambutnya yang berantakan. "Tapi tubuhku rasanya melayang."

"Mungkin wine-mu sudah dicampur heroin atau ekstasi." Ryeowook menceplos dan membuat lawan bicaranya tertawa renyah.

"Kenapa kau datang, eoh?"

"Karena kau akan mati bila aku tidak datang." Ryeowook menjawab dengan polos. Yeojin kembali tertawa, ia memegangi lengan Ryeowook dan berusaha menegakkan duduknya. Rambutnya terburai ke depan.

"Hati-hati, noona."

"Hati-hati," Yeojin mengulangi kata-kata Ryeowook dan tertawa sumbang. "Tahukah kau kapan kita harus benar-benar berhati-hati?"

"Saat kita menyeberang jalan?"

Yeojin tersenyum, lalu menggeleng lemah. "Saat kita jatuh cinta. Ja-tuh. Cin-ta."

"Jangan berubah jadi melankolis dan dramatis seperti itu."

"Seperti sebelumnya tidak saja," Yeojin memutar bola matanya. "Kau.. kau harus hati-hati saat jatuh cinta. Jangan jadi perempuan bodoh sepertiku."

Pandangannya membaur, lalu berubah jadi telaga yang kosong. Kedua mata itu meredup, dan wajahnya memperlihatkan senyum remeh.

Ryeowook tertegun. "Anggaplah ini tentang kau, noona. Apa kau benar-benar orang yang bodoh?"

"Kuharap aku bisa berkata tidak." Yeojin mendesah dan menenggak winenya. Secara insting, sebelum bibir Yeojin menyentuh ujung gelasnya, Ryeowook langsung merebut gelas itu dan meletakkannya di meja.

"Sudah. Cukup. Ayo kita pulang."

"Tidak, tunggu!" Yeojin memegang lengan Ryeowook dengan panik, namun ia terlalu lemah. "Kau tidak mendengarkanku! Kau harus hati-hati! Kau harus.."

Ryeowook benar-benar kaget saat Yeojin menelungkupkan tangan dan mulai terisak. Sekian puluh kali ia terjebak dalam situasi Yeojin yang pulang dalam keadaan mabuk, namun baru kali ini ia menangis.

"Noona, maafkan aku," Ryeowook memegang bahu Yeojin. "Oke-oke. Aku akan hati-hati. Aku tidak akan sakit karena cinta sepertimu yang bodoh. Aku tidak akan patah hati, lalu pergi ke bar karaoke malam-malam seperti perempuan di depanku ini yang ceroboh. Aku janji."

Yeojin mengangkat mukanya. Ia menggenggam tangan Ryeowook yang hangat dan besar, meski tubuh Ryeowook tidak terlalu tinggi. "Kau memang dongsaeng-ku yang manis. Kau tahu bagaimana bersikap dewasa dan bijaksana. Lucu, bagaimana justru kau yang menjaga Dongwook. Atau aku. Aku senang aku mengenalmu. Sungguh."

Kembali Ryeowook terkesiap menyaksikan bulir demi bulir cairan bening yang terus merembes dari kedua mata milik Yeojin. Susah dijelaskan mengapa hal itu membuat dadanya terasa sakit. Ia menatap Han Yeojin, noona yang dikenalnya sekitar tujuh atau delapan tahun terakhir ini. Untuk pertama kalinya, Ryeowook tahu bagaimana cara pandangnya lewat Yeojin berubah. Ya, ia melihat Yeojin sebagai seorang perempuan. Rambut acak-acakannya yang tergerai berantakan, namun tetap menawan. Wajahnya yang hampir tidak bermake-up, namun tetap cantik. Penampilannya yang semrawut, namun tetap mempesona. Dan di atas segalanya, tentu saja dua mata bening yang kini tampak.. hampir sempurna.

"Noona?"

Yeojin memandang Ryeowook lewat matanya yang mulai meredup.

"Mm-hmm?"

"Dengar. Kurasa, aku akan melakukan hal bodoh. Sekali ini saja."

Mata Yeojin membesar dan membulat secara sempurna. "Mwo? Wookie-ya?"

Sepersekian detik kemudian, Ryeowook baru sadar ia sudah mencium Yeojin. Bibirnya mungil, dan rasanya seperti wine anggur. Manis. Ciuman termanis yang Ryeowook pernah rasakan.

**)

A/N:
Ini belom selesai ><
Well, sebenernya ini OneShot, tapi masih bingung gimana endingnya. So ketimbang jadi draf, dipost aja walau belum selesai. Haha

Dan tauuu, ini jelek banget. Bosenin. Feelnya nggak dapet. Nggak cute. Blablabla... Namanya juga pemula, maklum :P

6 komentar:

Anonim on: 15 Agustus 2012 pukul 19.15 mengatakan... Balas

heiii.. ini KEREN pake BANGET NGET NGET !
woaaaa.. daebak! ^^
feel nya dapet banget dan pilihan katanya tepat n indah banget.. lanjutin chey ^^
klo bingung ending, kasih aja ending HyunRa bersatu sama JaeYoung *plak! #abaikan

oh iyaa... kenapa adegan terakhir gak diperjelas? yang waktu itu tuuhh.. (dasar! otak yadong! =,=) gyahahaha xD
over all.. bagussss banget chey ^^
gini donk, bikin trus di post
jangan minder terus, buktinya kan fanfict kamu keren ^^ beribu-ribu jempol deh buat kamu :*

{ sheila } on: 15 Agustus 2012 pukul 19.32 mengatakan... Balas

Haha aku masih bingung alurnya mo gimanaaa -__-

makasih rossi :D aku awalnya ngerasa "apa ceritanya terlalu berat yah?"
awalnya mo pake main cast Kyu, tapi evil kaya gitu gak pantes banget jadi polos + bijak wkwk

bocoran: kayanya sad ending iniii haha

Anonim on: 15 Agustus 2012 pukul 19.56 mengatakan... Balas

jinjja? hueeee... aku suka yang Sad Ending ^^
bikin main cast nya menderita yaa? *evilaugh*

{ sheila } on: 15 Agustus 2012 pukul 20.14 mengatakan... Balas

kalo itu pastiii, kita kan author kejam dan suka menyiksa cast wuakakak
okeee lanjutin yaa? Doakan yaa?
*cerewet banget, cepetan tulis chey -_-

{ mayang caby } on: 15 April 2013 pukul 02.00 mengatakan... Balas

annyeong,,, readers baru nih,
ff yang ini ada sequel nya gak yach ??
penasaran soalnya. kekeke
gomawo

I love the cast ( wookie biased) hehehe

{ sheila } on: 16 April 2013 pukul 02.20 mengatakan... Balas

@mayang caby: Wah, boro-boro bikin sekuel, ini aja sebetulnya belum selesai kok. Hehe. Pasti dilanjutin kalo uda ada ide :)) Makasih uda baca yah

Posting Komentar

 
Copyright © 2010 I'm mostly tired., All rights reserved
Design by DZignine. Powered by Blogger