Super (MISSING) Star, Donghae
Oneshot; Super Junior Eunhyuk & Super Junior
Donghae; Bromance,
Friendship; General
A/N: Hai, hai! Ketemu
lagi sama author gagal.
ELFs, masih pada inget nggak, foto jaman baheula
waktu 'katanya' Donghae mencium SNSD Jessica Jung? Inget nggak? Nggak inget
juga nggak papa. Well, anggep aja peristiwa itu dihebohkan dalam fiksi ini,
dianggap skandal, dan mencoreng nama baik Lee Donghae-ku yang manis dan malang
:( *apaan
Dan karena aku paham banget ff ini jelek, feel-nya
ngga terasa, jadi recommended song: Demi Lovato, My Love is Like A Star.
Meaningnya hampir sama dengan lagu itu.
Well, enjoy!
**)
Lee Hyukjae keluar dari gedung SMent dengan wajah
bersungut-sungut. Ia memakai topi dan kacamatanya, serta hoodie warna krem yang
kebesaran. Ia tidak memakai masker, hanya menutupi mulutnya dengan tangan. Memakai benda-benda tidak lazim seperti itu
hanya akan membuat sasaeng fans menyadarimu, itu prinsipnya. Ia menuju
pelataran parkir dan segera menyalakan Hyundai silvernya. Nah, satu hari yang sinting sudah akan berakhir. Ia bukan tipe
orang yang protes terhadap situasi yang tidak perlu diributkan. Namun hari ini
ia lelah. Capek. Dan hanya bisa memikirkan tempat tidur di apartemen
pribadinya.
Dorm pasti ramai di day
off seperti ini. Mungkin hanya ada setan kecil Kyuhyun, bermain game
Starcraft dan berteriak-teriak seperti biasa. Atau Shindong hyung dan Ryeowook,
yang menonton drama atau film-film sambil makan salad buah dan es krim. Mungkin
juga Sungmin hyung yang sedang bernyanyi-nyanyi tidak jelas sambil berputar
keliling apartemen. Huh.
Ia rindu Donghae.
Berapa abad ia tidak bertemu ikan itu?
Apakah ia baik-baik saja?
Apakah ia merindukan Hyukjae?
Apakah ia juga ingin bertemu dengan Hyukjae?
Ia membanting setir keras saat sebuah Volkswagon berwarna
biru tua tiba-tiba menyalip dan berbelok arah ke selatan. Hampir Hyukjae
mengumpat, seperti yang selalu dilakukan Kim Heechul saat moodnya sedang tidak enak. Hyukjae menyeringai, bahkan untuk
mengumpat pun ia sudah tidak sanggup lagi. Apartemen. Tidur. Istirahat. Rindu.
Donghae.
Majalah-majalah dengan poster-poster besar dan foto-foto
frontal itu selalu memajang wajah Donghae. Lagi dan lagi. Tidak ada habisnya
sejak dua minggu ini. Kenapa, sih, dengan orang-orang itu? Lee Donghae juga
manusia. Jadi apa salahnya jika Donghae juga berbuat seperti manusia? Atau
selebritis itu bukan manusia normal? Memangnya manusia normal tidak boleh
mencium seorang gadis? Memangnya selebritis tidak bisa dan tidak diperbolehkan
melakukan hal-hal seperti itu?
Boleh. Dengan syarat
tidak ketahuan, sebagian hati Hyukjae yang lebih dingin berujar. Ya, ya.
Media memang konyol dan gila. Mereka
membuat skandal seenaknya. Catat, MEREKA yang membuat skandal, bukan
Donghae. Lagipula kenapa hanya Lee Donghae yang diasingkan? Kenapa gadis itu
tidak? Toh, gadis sialan itu juga satu label dengan mereka. Satu rumah
entertaiment. Atau memang, Donghae yang salah? Siapa yang berhak
menyalahkannya?
Hyukjae lelah. Lelah membaca artikel tentang Donghae. Lelah
memikirkan Donghae. Lelah menunggu Donghae. Rasanya seperti berada di tempat
yang panas, pengap, namun tidak tahu bagaimana jalan untuk keluar. Atau rasanya
seperti membaca novel fiksi dengan akhir yang tidak bahagia, dan kau tidak
suka. Namun kau tidak bisa melakukan apa-apa tentang hal itu.
Sudah cukup. Hyukjae memutuskan untuk berhenti di depan
sebuah minimarket. Mungkin beberapa chips dan coke, atau cokelat dan yoghurt,
tidak akan menyakiti. Tidak seperti berita-berita itu. Tidak seperti pengusiran
itu. Sekarang Donghae di Mokpo. Hanya itu yang ia tahu. Menghindari media, meredakan gemuruh fans yang tidak terima, menunggu
skandal dilupakan dan semua selesai. Setelah itu Donghae akan kembali.
Begitu kata Lee Sooman.
Masalahnya, kapan ia kembali? Bulan depan? Tahun depan? Atau
sampai grup ini bubar? Mengadakan disband sampai Donghae kembali? Lucu sekali. Akan kubunuh gadis murahan itu kalau sampai
SEMUA hal yang kubayangkan terjadi.
Dibukanya botol air mineral itu, dan ia menyandarkan
kepalanya pada setir. Semua hal ini
membuatku gila. Beberapa fans di UFOsite berkali-kali bertanya, “Kapan
Donghae Oppa akan kembali?” Atau “Ini sudah terlalu lama. Aku benar-benar
merindukannya, Donghae Oppa! Kembalilah, tolong.” Dan sebagian kecil yang
diingat Hyukjae, “Siapa yang akan menemani Eunhyuk Oppa duet di panggung dalam
lagu Oppa Oppa bila Donghae Oppa tidak ada?”
Arg. Ia juga tidak tahu kapan Donghae akan kembali. Ia juga
tidak tahu harus meminta kepada siapa agar Donghae kembali.
Hyukjae kembali menyalakan mobilnya dan otaknya tetap
berputar-putar. Donghae! Donghae! Kubunuh
kau bila tidak segera kembali. Ponsel Donghae selalu tidak aktif dan
Hyukjae berniat cepat-cepat pulang, lalu mengirimi pemuda sialan itu email agar
ia cepat kembali. Dan mengancam untuk
ikut-ikutan ngambek mungkin, mungkin dengan begitu ia akan luluh.
Begitu memarkir mobilnya, Hyukjae langsung menuju lift tanpa
basa-basi.
Tapi, pasti banyak berita tentang Donghae di internet. Pasti banyak email masuk menanyakan kepastian berita itu. Pasti banyak direct link yang mengarahkannya pada foto-foto itu. Ah, ia merasa harus pikir dua kali untuk membuka internet.
Bila Donghae kembali
akan kubunuh dia. Bila Donghae kembali akan kubunuh dia. Bila Donghae kembali
akan kubunuh dia..
Hyukjae berhenti di depan pintu apartemennya dan membuka
ponselnya. Tidak ada pesan masuk, apalagi dari Donghae. Ia merasa pusing.
Dadanya sakit. Ia duduk di depan pintu apartemen, dan menekan speed dial nomor
satu.
“Nomor yang anda tuju,
sedang tidak dapat dihubungi. Silahkan meninggalkan pesan setelah nada berikut
ini..”
“Hey! Kau ikan teri jelek!”
“Aku harus bilang apa? Aku rindu padamu. Cepatlah kembali.
Secepat yang kau bisa. Kalau perlu, sewa jet F-16 dan tibalah disini dalam lima
detik. Pokoknya cepat. Kalau tidak kucekik kau. Kalau tidak, kalau tidak..”
Hyukjae membekap mulutnya. Kini, aku jadi monyet cengeng. Dimana ada monyet menangis? Disini, di
depan pintu salah satu kamar Apartement di Apgujeong-dong nomor 204. Dengan
sarkastik ia memarahi dirinya sendiri. Ditariknya nafas panjang. Sejak kapan kau boleh marah-marah?
“Kau hanya.. tidak tahu rasanya,” Hyukjae kehabisan nafas. Nadanya
menurun dan suaranya melemah. “24 jam sehari, tujuh hari dalam seminggu, terus-terusan
merasa sendirian. Terus-terusan merindukanmu. Apalagi bertemu gadis itu! Gadis
yang membuatmu jadi seperti ini. Jadi harus kembali ke sana, membuatku tidak
bisa bertemu denganmu, apa itu adil? Kau berkencan dengannya, enak-enakan,
terkena skandal, lalu aku yang harus merasakan akibatnya. Rasanya sakit, Hae.
Aku seperti tidak punya teman. Seperti berjalan sendirian, bernyanyi sendirian.
Kau pikir itu enak?”
“Kembalilah. Atau, katakan saja padaku. Bila sewaktu-waktu
merindukanmu, teringat padamu, apa yang harus kulakukan?”
“Bila menyanyi, tidak punya teman duet, apa yang harus
kulakukan?”
“Bila merasa sendirian, tidak punya teman, apa yang harus
kulakukan?”
“Ikan bodoh, dengar ini. Aku sudah mengucapkannya
berkali-kali dan ini yang terakhir kalinya. Aku rindu padamu. Dadaku sesak.
Pikiranku buntu. Yang kupikirkan hanya Lee Donghae. Pria ikan itu. Kau tahu dia
brengsek, Hae. Suruh dia kembali. Oke? Aku menyayangimu, kubunuh kau bila
melupakannya.”
Hyukjae menekan tombol merah di layar ponselnya keras-keras.
Biar saja, ia mengusap airmatanya dan
berdiri. Dicarinya kunci Apartement di saku celananya.
“Siapa yang kau sayangi? Kau punya pacar baru, ya?”
Hyukjae menoleh.
Dia. Nafasnya benar-benar berhenti sekarang.
Dia. Berdiri disana dengan kemeja berwarna biru laut dan
rambutnya acak-acakan. Pasti sudah lama tidak ke salon. Dua minggu.
Dia. Berdiri dengan ekspresi seperti selalu. Menenteng koper
besar. Pasti Apartement Hyukjae yang pertama disambanginya sesampai disini.
Dia. Dia yang ingin dibunuh Lee Hyukjae saking rindunya.
“Hey, kenapa tidak jawab pertanyaanku? Kau punya pacar baru?
Siapa?” Donghae maju dan menghampiri Hyukjae yang masih membeku–tangan kirinya
memegang kenop pintu Apartement dan tangan kanannya masih di saku. “Hyukkie,
kenapa jadi bisu begini? Ngomong-ngomong, bagaimana keadaan SM selama aku tidak
ada? Pasti tidak seru ya, haha.” Pemuda itu tergelak. Tidak memahami situasi.
“Kau..” Hyukjae melirih.
“Oh, aku rindu dorm.” Donghae mendongak ceria. “Bagaimana
Kyuhyun? Sungmin hyung? Leeteuk hyung? Kangin hyung? Mereka baik-baik saja? Ada
yang sakit? Ada yang demam? Ada yang lupa makan malam?” Dengan cerewet Donghae
menggunakan tangan kirinya yang bebas untuk memeluk Hyukjae.
Begitu ringan.
“Kau!” geram Hyukjae keras-keras. “Untuk apa kau kembali,
hah? Kukira kau mau menetap di Mokpo seumur hidupmu.”
“Hyuk, apa maksudnya sih?” Ia mencebik. “Kenapa menyeramkan
begitu?”
Mata itu. Hidung itu. Ekspresi itu. Tangan itu. Sekarang
sudah ada di depan Hyukjae. Dan rasanya seperti ingin pecah. “Kau tidak merasa,
ya?” Airmata Hyukjae hampir merangsek keluar.
“Merasa apa? Lapar, tentu saja. Eh, Hyukjae-ya, kenapa
menangis?” Donghae menggunakan sisi kiri kemejanya untuk menghapus air mata
Hyukjae.
“Aku sudah memutuskan kembali. Sooman-sshi menghubungiku dan mengatakan, lebih baik aku mengadakan
konferensi pers daripada menghindar begini. Tidak baik. Lagi pula aku jadi
tidak bisa berlatih dan produktif bila terus-menerus bersembunyi. Kenapa kau
cemberut, sih, Hyuk? Harusnya kau senang aku kembali. Aku, kan..”
“HENTIKAN!” Hyukjae meninju bahu Donghae keras-keras.
“Berhenti bercanda.”
“Apa?”
“Kau ini bodoh atau idiot?” Ia menggigit bibir bawahnya.
“Tidak menghubungiku. Tidak mau dihubungi olehku. Kau sudah benci padaku, hah?
Kenapa tidak buang saja ponselmu dan bilang ‘Hyukjae jangan hubungi aku. Aku
bosan berteman denganmu’? Kenapa tidak kirim surat dan tulis, ‘Aku benci
Hyukjae yang bodoh dan dia bukan teman yang baik untukku’? Kenapa tidak begitu
saja? Kenapa hanya diam?”
Hyukjae menangis. Seperti apa rasanya? Mungkin seperti ada
pojokan meja yang menekan dadamu. “Pergi sana. Wajahmu benar-benar memuakkan. Aku
mau tidur.” Ketus Hyukjae dan dia membanting pintu Apartement-nya.
“Hey, hey,” Donghae menarik tangan Hyukjae. “Aku bercanda,
Hyuk. Dengar,” Ia menarik nafas dalam-dalam. “Aku juga merindukanmu. Begitu rindu
sampai tidak tahu harus bagaimana lagi.”
Hyukjae memberengut. “Kau pikir aku percaya?”
“Tidak,” Pemuda itu menunduk. “Aku tidak berpikir kau
percaya. Hanya saja, aku MEMAKSAMU untuk percaya. Lee Donghae merindukanmu. Benar-benar
merindukanmu. Lee Donghae yang bodoh dan pandai mencari masalah merindukanmu!”
Tangis Hyukjae pecah. “Kubilang aku akan membunuhmu bila kau
kembali,” Pria itu memeluk Lee Donghae. Sahabatnya. Saudara yang mungkin Tuhan
lupa untuk diberikan padanya. “Tapi sekarang tidak. Aku akan membunuhmu bila
kau pergi lagi. Aku janji.”
“Ya. Aku akan pergi lagi,” Donghae tersenyum dan mengusap
airmatanya diam-diam. “Kau tahu, aku pasti akan pergi lagi dan tidak bertemu
denganmu. Hanya bila makamku sudah digali dan batu nisanku sudah siap.”
Hyukjae mendesah dan melepas pelukannya. Ia menatap mata
Donghae tajam-tajam. “Yeah. Dan sampai saat itu tiba, kau harus tetap disini. Tidak
boleh kemana-mana.”
“Aku tahu,” Gerutu Donghae. Namun sejenak ia tersenyum.
“Selamat datang di Seoul lagi, Lee Donghae!”
-END-
0 komentar:
Posting Komentar