[ONESHOT] Super (MISSING) Star, Donghae

/ November 03, 2012 /




Super (MISSING) Star, Donghae

Oneshot; Super Junior Eunhyuk & Super Junior Donghae; Bromance,

Friendship; General

A/N: Hai, hai! Ketemu lagi sama author gagal.
ELFs, masih pada inget nggak, foto jaman baheula waktu 'katanya' Donghae mencium SNSD Jessica Jung? Inget nggak? Nggak inget juga nggak papa. Well, anggep aja peristiwa itu dihebohkan dalam fiksi ini, dianggap skandal, dan mencoreng nama baik Lee Donghae-ku yang manis dan malang :( *apaan
Dan karena aku paham banget ff ini jelek, feel-nya ngga terasa, jadi recommended song: Demi Lovato, My Love is Like A Star. Meaningnya hampir sama dengan lagu itu.
Well, enjoy!


**)


Lee Hyukjae keluar dari gedung SMent dengan wajah bersungut-sungut. Ia memakai topi dan kacamatanya, serta hoodie warna krem yang kebesaran. Ia tidak memakai masker, hanya menutupi mulutnya dengan tangan. Memakai benda-benda tidak lazim seperti itu hanya akan membuat sasaeng fans menyadarimu, itu prinsipnya. Ia menuju pelataran parkir dan segera menyalakan Hyundai silvernya. Nah, satu hari yang sinting sudah akan berakhir. Ia bukan tipe orang yang protes terhadap situasi yang tidak perlu diributkan. Namun hari ini ia lelah. Capek. Dan hanya bisa memikirkan tempat tidur di apartemen pribadinya.

Dorm pasti ramai di day off seperti ini. Mungkin hanya ada setan kecil Kyuhyun, bermain game Starcraft dan berteriak-teriak seperti biasa. Atau Shindong hyung dan Ryeowook, yang menonton drama atau film-film sambil makan salad buah dan es krim. Mungkin juga Sungmin hyung yang sedang bernyanyi-nyanyi tidak jelas sambil berputar keliling apartemen. Huh.

Ia rindu Donghae.

Berapa abad ia tidak bertemu ikan itu?

Apakah ia baik-baik saja?

Apakah ia merindukan Hyukjae?

Apakah ia juga ingin bertemu dengan Hyukjae?

Ia membanting setir keras saat sebuah Volkswagon berwarna biru tua tiba-tiba menyalip dan berbelok arah ke selatan. Hampir Hyukjae mengumpat, seperti yang selalu dilakukan Kim Heechul saat moodnya sedang tidak enak. Hyukjae menyeringai, bahkan untuk mengumpat pun ia sudah tidak sanggup lagi. Apartemen. Tidur. Istirahat. Rindu. Donghae.

Majalah-majalah dengan poster-poster besar dan foto-foto frontal itu selalu memajang wajah Donghae. Lagi dan lagi. Tidak ada habisnya sejak dua minggu ini. Kenapa, sih, dengan orang-orang itu? Lee Donghae juga manusia. Jadi apa salahnya jika Donghae juga berbuat seperti manusia? Atau selebritis itu bukan manusia normal? Memangnya manusia normal tidak boleh mencium seorang gadis? Memangnya selebritis tidak bisa dan tidak diperbolehkan melakukan hal-hal seperti itu?

Boleh. Dengan syarat tidak ketahuan, sebagian hati Hyukjae yang lebih dingin berujar. Ya, ya. Media memang konyol dan gila. Mereka membuat skandal seenaknya. Catat, MEREKA yang membuat skandal, bukan Donghae. Lagipula kenapa hanya Lee Donghae yang diasingkan? Kenapa gadis itu tidak? Toh, gadis sialan itu juga satu label dengan mereka. Satu rumah entertaiment. Atau memang, Donghae yang salah? Siapa yang berhak menyalahkannya?

Hyukjae lelah. Lelah membaca artikel tentang Donghae. Lelah memikirkan Donghae. Lelah menunggu Donghae. Rasanya seperti berada di tempat yang panas, pengap, namun tidak tahu bagaimana jalan untuk keluar. Atau rasanya seperti membaca novel fiksi dengan akhir yang tidak bahagia, dan kau tidak suka. Namun kau tidak bisa melakukan apa-apa tentang hal itu.

Sudah cukup. Hyukjae memutuskan untuk berhenti di depan sebuah minimarket. Mungkin beberapa chips dan coke, atau cokelat dan yoghurt, tidak akan menyakiti. Tidak seperti berita-berita itu. Tidak seperti pengusiran itu. Sekarang Donghae di Mokpo. Hanya itu yang ia tahu. Menghindari media, meredakan gemuruh fans yang tidak terima, menunggu skandal dilupakan dan semua selesai. Setelah itu Donghae akan kembali. Begitu kata Lee Sooman.

Masalahnya, kapan ia kembali? Bulan depan? Tahun depan? Atau sampai grup ini bubar? Mengadakan disband sampai Donghae kembali? Lucu sekali. Akan kubunuh gadis murahan itu kalau sampai SEMUA hal yang kubayangkan terjadi.

Dibukanya botol air mineral itu, dan ia menyandarkan kepalanya pada setir. Semua hal ini membuatku gila. Beberapa fans di UFOsite berkali-kali bertanya, “Kapan Donghae Oppa akan kembali?” Atau “Ini sudah terlalu lama. Aku benar-benar merindukannya, Donghae Oppa! Kembalilah, tolong.” Dan sebagian kecil yang diingat Hyukjae, “Siapa yang akan menemani Eunhyuk Oppa duet di panggung dalam lagu Oppa Oppa bila Donghae Oppa tidak ada?”

Arg. Ia juga tidak tahu kapan Donghae akan kembali. Ia juga tidak tahu harus meminta kepada siapa agar Donghae kembali.

Hyukjae kembali menyalakan mobilnya dan otaknya tetap berputar-putar. Donghae! Donghae! Kubunuh kau bila tidak segera kembali. Ponsel Donghae selalu tidak aktif dan Hyukjae berniat cepat-cepat pulang, lalu mengirimi pemuda sialan itu email agar ia cepat kembali. Dan mengancam untuk ikut-ikutan ngambek mungkin, mungkin dengan begitu ia akan luluh.

Begitu memarkir mobilnya, Hyukjae langsung menuju lift tanpa basa-basi.

Tapi, pasti banyak berita tentang Donghae di internet. Pasti banyak email masuk menanyakan kepastian berita itu. Pasti banyak direct link yang mengarahkannya pada foto-foto itu. Ah, ia merasa harus pikir dua kali untuk membuka internet.
Bila Donghae kembali akan kubunuh dia. Bila Donghae kembali akan kubunuh dia. Bila Donghae kembali akan kubunuh dia..

Hyukjae berhenti di depan pintu apartemennya dan membuka ponselnya. Tidak ada pesan masuk, apalagi dari Donghae. Ia merasa pusing. Dadanya sakit. Ia duduk di depan pintu apartemen, dan menekan speed dial nomor satu.

Nomor yang anda tuju, sedang tidak dapat dihubungi. Silahkan meninggalkan pesan setelah nada berikut ini..

“Hey! Kau ikan teri jelek!”

“Aku harus bilang apa? Aku rindu padamu. Cepatlah kembali. Secepat yang kau bisa. Kalau perlu, sewa jet F-16 dan tibalah disini dalam lima detik. Pokoknya cepat. Kalau tidak kucekik kau. Kalau tidak, kalau tidak..”

Hyukjae membekap mulutnya. Kini, aku jadi monyet cengeng. Dimana ada monyet menangis? Disini, di depan pintu salah satu kamar Apartement di Apgujeong-dong nomor 204. Dengan sarkastik ia memarahi dirinya sendiri. Ditariknya nafas panjang. Sejak kapan kau boleh marah-marah?

“Kau hanya.. tidak tahu rasanya,” Hyukjae kehabisan nafas. Nadanya menurun dan suaranya melemah. “24 jam sehari, tujuh hari dalam seminggu, terus-terusan merasa sendirian. Terus-terusan merindukanmu. Apalagi bertemu gadis itu! Gadis yang membuatmu jadi seperti ini. Jadi harus kembali ke sana, membuatku tidak bisa bertemu denganmu, apa itu adil? Kau berkencan dengannya, enak-enakan, terkena skandal, lalu aku yang harus merasakan akibatnya. Rasanya sakit, Hae. Aku seperti tidak punya teman. Seperti berjalan sendirian, bernyanyi sendirian. Kau pikir itu enak?”

“Kembalilah. Atau, katakan saja padaku. Bila sewaktu-waktu merindukanmu, teringat padamu, apa yang harus kulakukan?”

“Bila menyanyi, tidak punya teman duet, apa yang harus kulakukan?”

“Bila merasa sendirian, tidak punya teman, apa yang harus kulakukan?”

“Ikan bodoh, dengar ini. Aku sudah mengucapkannya berkali-kali dan ini yang terakhir kalinya. Aku rindu padamu. Dadaku sesak. Pikiranku buntu. Yang kupikirkan hanya Lee Donghae. Pria ikan itu. Kau tahu dia brengsek, Hae. Suruh dia kembali. Oke? Aku menyayangimu, kubunuh kau bila melupakannya.”

Hyukjae menekan tombol merah di layar ponselnya keras-keras. Biar saja, ia mengusap airmatanya dan berdiri. Dicarinya kunci Apartement di saku celananya.

“Siapa yang kau sayangi? Kau punya pacar baru, ya?”

Hyukjae menoleh.

Dia. Nafasnya benar-benar berhenti sekarang.

Dia. Berdiri disana dengan kemeja berwarna biru laut dan rambutnya acak-acakan. Pasti sudah lama tidak ke salon. Dua minggu.

Dia. Berdiri dengan ekspresi seperti selalu. Menenteng koper besar. Pasti Apartement Hyukjae yang pertama disambanginya sesampai disini.

Dia. Dia yang ingin dibunuh Lee Hyukjae saking rindunya.

“Hey, kenapa tidak jawab pertanyaanku? Kau punya pacar baru? Siapa?” Donghae maju dan menghampiri Hyukjae yang masih membeku–tangan kirinya memegang kenop pintu Apartement dan tangan kanannya masih di saku. “Hyukkie, kenapa jadi bisu begini? Ngomong-ngomong, bagaimana keadaan SM selama aku tidak ada? Pasti tidak seru ya, haha.” Pemuda itu tergelak. Tidak memahami situasi.

“Kau..” Hyukjae melirih.

“Oh, aku rindu dorm.” Donghae mendongak ceria. “Bagaimana Kyuhyun? Sungmin hyung? Leeteuk hyung? Kangin hyung? Mereka baik-baik saja? Ada yang sakit? Ada yang demam? Ada yang lupa makan malam?” Dengan cerewet Donghae menggunakan tangan kirinya yang bebas untuk memeluk Hyukjae.

Begitu ringan.

“Kau!” geram Hyukjae keras-keras. “Untuk apa kau kembali, hah? Kukira kau mau menetap di Mokpo seumur hidupmu.”

“Hyuk, apa maksudnya sih?” Ia mencebik. “Kenapa menyeramkan begitu?”

Mata itu. Hidung itu. Ekspresi itu. Tangan itu. Sekarang sudah ada di depan Hyukjae. Dan rasanya seperti ingin pecah. “Kau tidak merasa, ya?” Airmata Hyukjae hampir merangsek keluar.

“Merasa apa? Lapar, tentu saja. Eh, Hyukjae-ya, kenapa menangis?” Donghae menggunakan sisi kiri kemejanya untuk menghapus air mata Hyukjae.

“Aku sudah memutuskan kembali. Sooman-sshi menghubungiku dan mengatakan, lebih baik aku mengadakan konferensi pers daripada menghindar begini. Tidak baik. Lagi pula aku jadi tidak bisa berlatih dan produktif bila terus-menerus bersembunyi. Kenapa kau cemberut, sih, Hyuk? Harusnya kau senang aku kembali. Aku, kan..”

“HENTIKAN!” Hyukjae meninju bahu Donghae keras-keras. “Berhenti bercanda.”

“Apa?”

“Kau ini bodoh atau idiot?” Ia menggigit bibir bawahnya. “Tidak menghubungiku. Tidak mau dihubungi olehku. Kau sudah benci padaku, hah? Kenapa tidak buang saja ponselmu dan bilang ‘Hyukjae jangan hubungi aku. Aku bosan berteman denganmu’? Kenapa tidak kirim surat dan tulis, ‘Aku benci Hyukjae yang bodoh dan dia bukan teman yang baik untukku’? Kenapa tidak begitu saja? Kenapa hanya diam?”

Hyukjae menangis. Seperti apa rasanya? Mungkin seperti ada pojokan meja yang menekan dadamu. “Pergi sana. Wajahmu benar-benar memuakkan. Aku mau tidur.” Ketus Hyukjae dan dia membanting pintu Apartement-nya.

“Hey, hey,” Donghae menarik tangan Hyukjae. “Aku bercanda, Hyuk. Dengar,” Ia menarik nafas dalam-dalam. “Aku juga merindukanmu. Begitu rindu sampai tidak tahu harus bagaimana lagi.”

Hyukjae memberengut. “Kau pikir aku percaya?”

“Tidak,” Pemuda itu menunduk. “Aku tidak berpikir kau percaya. Hanya saja, aku MEMAKSAMU untuk percaya. Lee Donghae merindukanmu. Benar-benar merindukanmu. Lee Donghae yang bodoh dan pandai mencari masalah merindukanmu!”

Tangis Hyukjae pecah. “Kubilang aku akan membunuhmu bila kau kembali,” Pria itu memeluk Lee Donghae. Sahabatnya. Saudara yang mungkin Tuhan lupa untuk diberikan padanya. “Tapi sekarang tidak. Aku akan membunuhmu bila kau pergi lagi. Aku janji.”

“Ya. Aku akan pergi lagi,” Donghae tersenyum dan mengusap airmatanya diam-diam. “Kau tahu, aku pasti akan pergi lagi dan tidak bertemu denganmu. Hanya bila makamku sudah digali dan batu nisanku sudah siap.”

Hyukjae mendesah dan melepas pelukannya. Ia menatap mata Donghae tajam-tajam. “Yeah. Dan sampai saat itu tiba, kau harus tetap disini. Tidak boleh kemana-mana.”

“Aku tahu,” Gerutu Donghae. Namun sejenak ia tersenyum.

“Selamat datang di Seoul lagi, Lee Donghae!”

-END-

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2010 I'm mostly tired., All rights reserved
Design by DZignine. Powered by Blogger