[DRABBLE] Super Junior's Compilation #1

/ November 11, 2012 /

A/N: A bunch of Super Junior. First compilation. That's all. 
First fic dedicated to Fishy! Donghae's out there. lol.
Second fic, hey, Kyuhyun's mine but I'll share this one with you.
And last, maybe not the last, just Hyukjae. Oh my Kyu! Not biased much, but admit it, he's getting hotter day by day!
And finally! Added Sungmin to the list! Ah x) He's just as adorable as Kyu.
The last one is Leeteuk's. Don't you, guys, miss him? Cause I've already do. :'( We'll wait you uri Leader. Loveyaa.
Enjoy! 

**)



1. Sing to Marry U


Hari ini hujan turun begitu deras. Sangat deras. Sampai-sampai bunyi cerek yang airnya mendidih tidak bisa meredakannya. Sampai-sampai apabila kau memainkan piano, bunyinya akan terdengar seperti perpaduan. Harmonisasi. Begitu manis.

Di salah satu apartement kelas menengah di kawasan kota Seoul, kamar nomor 602, sepasang pasangan sedang menonton drama musikal broadway lama, Beauty and The Beast. Sengaja volume tidak dipasang terlalu keras.

“Oppa?”

Mereka berdua cuddling dibawah selimut. Suara hujan deras di luar nampaknya tidak akan reda dalam beberapa jam kedepan.

“Hmm,”

Pria itu Lee Donghae. Rambutnya cokelat dan wajahnya sangat kalem. Ia sedang mengantuk. 
Kang Yoori, kekasihnya bersandar di punggungnya, dan Donghae menyandarkan kepalanya di atas kepala Yoori.

“Kenapa kau bisa menyanyi dengan bagus?”

Lee Donghae menjawab dengan mata terpejam, “Entahlah.”

“Kenapa kau mengantuk terus? Jawab pertanyaanku,” Yoori meninju lengan Donghae. 

Pemuda itu membuka matanya setengah-setengah.

“Memangnya kenapa, Jagi?”

Yoori mendesah, “Karena aku tidak bisa menyanyi dengan bagus.”

“Benarkah? Kata siapa, eoh?”

“Kataku, tentu saja!” Yoori menggertak selimutnya. “Suaraku cempreng dan guru seni sekolah dasarku bilang aku tidak pernah bisa membidik nada dengan benar. Suaraku jelek, Oppa. Aku tidak bisa menyanyi.”

Kali ini, mata Donghae terbuka lebar. Ia tertawa kecil dan memutar kepala Yoori agar menghadap ke arahnya. Mata coklat itu melebar, dan bertanya-tanya.

“Seseorang tidak harus punya suara bagus untuk bisa menyanyi,” Donghae mencubit pipinya. 

“Sama seperti menulis. Kau tidak harus punya tangan yang bagus untuk menghasilkan tulisan berkualitas.”

Yoori mencebik. “Itu, kurasa beda lagi, Oppa.”

“Apanya yang beda, sih?” Donghae menggoda. “Biar kutunjukkan cara menyanyi yang benar.”

Until the day your black hair turns grey
I promise to love you forever

I want to tell you every single day that "I love you"
Would you marry me?
I want to live loving you and cherishing you

I want to put you to sleep in my arms every night
Would you marry me?
Will you give my heart this permission?

–Marry U, Super Junior

-END-





2. Me and Cho Kyuhyun



Kyuhyun adalah tipe orang yang melihatmu mengantri membeli es krim di musim panas selama dua jam, lalu merebut es krim itu tanpa merasa bersalah, lalu mengembalikannya padamu. Ia adalah tipe pemuda yang tanpa peringatan melempar bola salju padamu, dan berlalu tanpa mau meminta maaf walau kau bilang lemparannya sakit.

Ia adalah pemuda yang mengacung dan menanyakan pertanyaan bodoh di kelas Biologi, lalu ditertawakan semua orang. Namun, ia juga pemuda yang sama saat ia memperlihatkan kertas ulangan Aljabar yang dinilai A+ di kelas matematika dan menjadi satu-satunya murid dengan nilai sempurna.

Pemuda itu adalah orang dengan loker berantakan, dan tasnya tidak tergantung dengan benar. Hoodienya kebesaran dengan cara yang keren, dan rambutnya berantakan dengan begitu alami. Terkadang ia juga orang yang menghabiskan makan siangmu, dan dengan polos berkata bahwa ia kelaparan. Atau ia juga pemuda yang suka menempel macam-macam emoticon aneh di pintu lokermu dan mengakhirinya dengan tulisan –kyu.

Namun, sekaligus ia juga pemuda yang berani berteriak “Aku sayang padamu!” keras-keras di hallway kepadamu. Membuat semua pemuda tertawa dan semua gadis iri kepadamu.

Dan kau tidak tahu harus bagaimana. Merasa sial karena punya kekasih seperti iblis, atau merasa beruntung karena kekasih iblis-mu itu tampan dan begitu meyayangimu.

“Denganmu rasanya seperti bermimpi dengan mata terbuka,” Ujarmu suatu saat.

Dan ia merasa senang. “Benarkah? Mimpi seperti apa?”

“Mimpi buruk.” Lalu kau tertawa. Ia memberengut dan kau tidak tahan dengan ekspresi lucunya. Sejenak, ia ikut tertawa.

Ia juga tipe orang yang akan mencium pipimu dan bilang bahwa ia begitu menyayangimu, dengan cara yang sederhana. Bahkan setelah kau bilang dia adalah mimpi burukmu.

Dan kau? Kau adalah tipe orang yang balas menjawab “Aku juga mencintaimu,” saat ia bilang “Aku mencintaimu. Begitu mencintaimu.”

-END-






3. Wrote Down What I Couldn’t Speak Up



“Hey, kau.

Kenapa kemarin pulang sendirian? Aku menunggumu. Takut-takut kalau kau tidak suka naik bus di hari hujan. Kau tahulah, tidak bawa payung. Masalah klise. Aku mencarimu dan ternyata kau sudah pulang. Heh.

Jangan lupa nanti kita bertemu di kelas musik, setelah jam makan siang. Kuharap kau membaca surat ini sebelum makan siang, jadi tidak terlalu aneh saat aku mengingatkanmu tentang kelas musik nanti.

Ehm. Apa lagi, ya?

Kalau nanti hujan lagi, pulang bersama, ya? Kau boleh pinjam jaketku kalau kedinginan. Ya, hanya bila hujan, sih :P Atau kalau tidak hujan, kita mampir ke Kona Beans. Kali ini kau yang traktir. Nanti, bila kau ingin ramen, aku yang traktir. Kita cari tempat yang murah. Haha. Bercanda ^^ Aku yang traktir.

Ibuku menanyakanmu. Katanya, kau bisa makan teokpokkie di rumah kami lagi. Ibuku mengundangmu. Dengar, kau harusnya senang.

Nah, kau pasti bertanya-tanya untuk apa aku menulis surat konyol seperti ini?

Aku cuma ingin menulis apa yang tidak bisa aku bilang padamu. Secara langsung, maksudku. Jadi kau pasti tahu aku memang tidak pandai berbicara. Apalagi menulis seperti ini. Aku hanya pandai bernyanyi dan menulis lagu *eh

Hm. Jangan tertawa, ya, Sunnie. Tapi kurasa aku menyayangimu.

Aku baru sadar saat kemarin hujan. Dan aku merindukanmu. Sangat merindukanmu.

Ya, aku menyayangimu. Aku hanya ingin bilang itu saja.

-LeeHyukjae

–ditulis di kertas notes berwarna kuning, dua halaman, dilipat jadi empat dan dimasukkan ke loker Hyesun. Dibaca tepat saat bel makan siang berbunyi.

-END-





4. Did The Captain of The Titanic Cry?


Terkadang, ada beberapa pertanyaan yang tidak bisa dijawab secara alamiah.

Seperti bagaimana caramu pertama kali mengikat tali sepatu? Apakah kau membuat simpul mudah atau simpul mati? Kenapa ibumu menyukai warna hijau? Mengapa kelinci tidak bersendawa seperti unta? Siapa yang menggantung bintang di langit? Kemana rasa haus yang menghilang saat hujan turun?

Atau, kenapa sekarang kau tidak ada disini?

Untuk yang satu itu, aku butuh jawaban. Tidak bisakah seseorang memberitahukannya padaku? Suatu alasan–satu yang masuk akal. Bila kau atau seseorang menanyakan padaku, mengapa aku bertanya hal seperti itu, aku punya jawabannya. Karena semua orang boleh hilang asal kau tetap ada. Semua orang boleh menjauh asal kau tetap dekat. Semua orang boleh berkata benci asal kau tetap berkata sayang.

Pokoknya, semua orang boleh mencintai orang lain. Tapi kau, hanya aku yang boleh kau lihat, kau pandang, kau dengar. Cuma aku. Egois? Terimakasih. Itu cara yang digunakan manusia untuk bertahan hidup.

Sekarang cepat kesini. Sudah kubilang semua orang boleh disana, asal kau tetap disini.


**)

“Ha. Aku cekikikan seperti orang sinting sekarang.”

Sungmin cemberut. “Maksudnya?”

“Oh, Lee Sungmin! Harusnya aku yang bertanya, anak bodoh.” Youngmi mengatupkan bibirnya. “Aku tidak mengerti arti suratmu. Jelaskan padaku. Apa artinya?”

“Aku tahu kau tahu artinya.” Sungmin mendesah. “Jadi jangan membuatku menjelaskan hal-hal yang tidak penting seperti itu. Sudahlah, aku ada kuliah dengan Professor Kim jam dua siang.”

Sungmin meraih ranselnya dan pergi. Begitu saja. Meninggalkan Youngmi dan suratnya. Youngmi yang bengong. Dan suratnya yang lusuh. Tidak ada yang benar tentang hal ini, Sungmin menggumam dalam hati.

“Tunggu! Hey, Lee!”

Sungmin menghentikan langkahnya. “Apa?”

“Kau benar. Aku memang tahu arti surat ini.” Youngmi menggesekkan sol sepatunya dengan tanah. “Yang tidak kutahu, untuk siapa kau hendak mengirimnya?”

“Ada beberapa pertanyaan yang tidak bisa dijawab secara alamiah,” Sungmin mengutip suratnya. “Tapi untuk pertanyaanmu satu itu, kurasa aku bisa menjawabnya.”

“Benarkah?” Mata Youngmi berbinar seperti apel di musim panas.

“Ya. Kau.” Sungmin menjawab pendek. Lalu menjauh.

-END-





5. Hang On and Fly...

“No one said it’d be easy.” 
“Agreed. No one did. But also, no one said it wouldn’t be worth it, did they?” 
**)

Yoonseung tidak tahu bagaimana harus menggambarkan mata malaikat itu. Hipokrit? Munafik? Yang jelas, dua kata itu tampak dingin dan menjijikkan. Sungguh tidak pantas dipakai untuk melukiskan dua mata coklat itu. Apalagi senyumnya. Sungguh jauh dan tidak santunlah orang yang menggunakan kata-kata itu untuk mewakili tarikan bibir dengan warna buah persik yang kemerahan. Yoonseung tersenyum lemah, meskipun ia benci.

“Malaikat tidak boleh berbohong,” gadis itu mengedipkan sebelah matanya, sedikit menggoda. “Apalagi yang tidak punya sayap. Punya hak apa ia sampai boleh mengatakan hal-hal yang tidak jujur?”

“Aku SUDAH mengatakan hal yang sebenarnya,” malaikat itu mencebik. “Aku senang seperti ini. Semua hal membuatku bahagia dan aku mencintai pekerjaanku. Semuanya.”

Sekarang malaikat itu tampak lebih tidak jujur lagi. Air mukanya sendu, seperti langit musim gugur yang membawa hujan dan anginnya yang menerbangkan dedaunan. Fisiknya seperti The Great Wall of China, tapi hatinya seperti salju musim dingin di akhir bulan Februari–begitu siap mencair. Kata-kata yang tidak keluar dari mulutnya sebenarnya terlihat jelas dari gerakan tubuhnya. Ragu dan begitu rapuh. Ia seperti ranting ek yang sudah tua dan mendung membuatnya gelisah.

Yoonseung menajamkan mata dan telinganya. “Kau tahu aku mencintaimu.”

Malaikat itu menangis dan airmata sucinya jatuh seperti anak hujan yang lelah oleh dinginnya awan di atas sana. “Baiklah, aku mengaku. Semua hal ini membuatku gila.” Sesekali sesenggukannya terdengar dan Yoonseung memeluknya. Erat. “Aku tidak boleh menangis, Jagiya~ Namun aku lelah. Aku adalah orang pertama yang diharapkan untuk sebagai orang terakhir yang berdiri tegak. Apa sebenarnya yang aku tangisi?”

“Dengarkan aku,” Yoonseung mulai ikut menangis namun ia menahannya. Menahan airmata dan rasa sakit saat melihat malaikat itu jatuh. “Kau, Park Jungsoo, adalah malaikat. Aku menyayangimu dan juga seluruh dunia begitu. Dan kau akan terbang–dengan atau tanpa sayap.”

-END-





p.s: Nah, what do yall think? Ngebosenin, yah? Apalagi bagiannya Sungmin. Ide uda notok jedok. Sorry, Ming -_- Plotnya juga semua sama. Intinya Super Junior's confession. Pict cr: weheartit.com, each of them belongs to their owners.

Yauda deh. Big thanks and muaah :*

4 komentar:

{ Reene Reene Pott } on: 15 Desember 2012 pukul 23.10 mengatakan... Balas

Kurang banyak! Yesung, Wookie, Kibum, Heechul, Kangin, Shindong, Siwon sekaliann dong! hahhaha
Kosa-katanya keren semua XD

{ sheila } on: 16 Desember 2012 pukul 01.10 mengatakan... Balas

@Reene Reene Pott: Wah makasih yaa XD
Okee, ntar kalo ada mood buat nulis ff Yesung, Wookie dkk pasti bakal nulis kok :)

Anonim on: 21 Desember 2012 pukul 07.33 mengatakan... Balas

Kata-katanya bener-bener bermakna! So cool!!! suka banget yang bagian sungmin, keliatan acuh tak acuh tapi juga manis. Nggak ketebak tapi romantis. tulisannya bervariasi ngebikin yang baca jadi larut sama ceritanya!!
Good work!!!

{ sheila } on: 26 Desember 2012 pukul 06.42 mengatakan... Balas

@Anonim: Terimakasih ^^

Posting Komentar

 
Copyright © 2010 I'm mostly tired., All rights reserved
Design by DZignine. Powered by Blogger